Sahabat Nabi Generasi Terbaik [1]

Syi'ah mencela para sahabat Nabi SAW, tapi apakah akal dan logika yang sehat dapat menerima tuduhan syi'ah? Apakah tuduhan syi'ah bisa dicerna akal yang sehat? Atau hanya bisa diterima oleh mereka yang akalnya istirahat?

Kategori Artikel

Ahlussunah meyakini para sahabat Nabi secara umum adalah generasi terbaik di bawah tingkatan para Nabi, khususnya Abubakar, Umar, Usman dan Ali.

Ahlussunnah mendasarkan pendapat di atas dari dasar-dasar:

Ayat-ayat Al Qur’an yang memuji mereka

Juga sunnah Nabi yang memuji mereka

Akal sehat yang menetapkan bahwa mereka telah lulus mengikuti pelajaran di sekolah terbesar dalam sejarah, yang diasuh oleh Rasulullah, yang dibimbing langsung oleh Allah swt.

Begitu juga dengan fakta yang ada, mereka dapat menaklukkan dunia dalam waktu yang sangat singkat.

Sebaliknya, syi’ah 12 imam mereka menyatakan bahwa sekolah ini telah gagal, dan para sahabat tidak ada yang lulus kecuali sedikit, kurang dari jumlah jari tangan.

Kitab Al Kafi memuat riwayat dari Humran bin A’yun, saya bertanya pada Abu Ja’far: semoga aku dijadikan tebusan bagimu, betapa sedikit kelompok kita, jika kita berkumpul untuk makan seekor kambing pasti tidak dapat menghabiskannya, lalu Abu Ja’far berkata: maukah aku ceritakan perkara yang lebih mengherankan; seluruh Muhajirin dan Anshar semuanya telah pergi kecuali –Abu Ja’far membuat isyarat angka tiga dengan tangannya- yakni, mereka semua telah murtad selain tiga orang [Al Kafi jilid 2 hal 244]

Apakah vonis ini dapat diterima oleh akal sehat?

Akal sehat yang terbebas dari pengaruh luar dan sungguh-sungguh mencari kebenaran layak untuk menemukan kebenaran dengan ijin Allah.

Di sini kami berusaha untuk memaparkan kebenaran lewat penjelasan singkat berikut;

Pertama; para sahabat kaum muhajirin mereka dulunya adalah orang-orang musyrik yang memeluk agama yang dianut oleh kaum mereka sendiri, lalu Allah mengutus Nabi dari golongan mereka yaitu Muhammad SAW, yang kemudian menjelaskan kebatilan agama mereka. Kaumnya mendustakan dan mengingkari ajakan Nabi Muhammad, tetapi ada beberapa orang dari kaum Quraisy yang menyimpang dari ajaran kaumnya, lalu memeluk agama Islam walaupun dengan menghadapi resiko yang menghadang. Kaum Quraisy memusuhi mereka, mengusir mereka dari tanah air, bahkan banyak dari mereka yang disiksa dan dibunuh. Setiap orang yang masuk Islam tidak lagi dihormati dan tidak lagi diajak bicara, kaum Quraisy memboikot ekonomi mereka, ada dari mereka yang menghadapi ujian itu dengan tabah, ada juga yang dilindungi oleh kabilah mereka, ada juga yang berhijrah ke Habasyah, menanggung beban sebagai orang asing yang jauh dari tanah air dan sanak saudara, tanpa imbalan harta dan hasil duniawi yang diraih.

Realita ini diakui oleh seluruhnya, baik ahlussunnah maupun syi’ah, tapi nampaknya kitab-kitab syi’ah tidak memuat cerita tentang penderitaan yang dialami para sahabat Nabi di Makkah saat mereka beriman, yang mana hal ini memudahkan pembaca untuk menerima tuduhan yang dilontarkan oleh syi’ah pada mereka.

Yang kedua: jika tidak, berarti para sahabat yang masuk Islam karena yakin atas kebenarannya dan beriman kepada kenabian Muhammad, mereka masuk Islam dan menghadapi segala rintangan dan ujian yang berat hanya pura-pura dan mereka menampakkan keIslaman untuk menipu Rasulullah, karena mereka mengetahui apa yang bakal terjadi di masa depan, yaitu Islam akan menang, mulia dan menguasai dunia.

Kita akan mengambil contoh dari kejadian masa kini untuk menggambarkan masalah ini dengan lebih jelas, yiatu kisah Khomeini

Khomeini muncul di masa Syah yang dzalim, dia memusuhi Khomeini, mempersempit gerakannya, memenjarakan dan mengusir Khomeini dari tanah airnya,

Di masa-masa sulit itu Khomeini memiliki beberapa orang murid yang setia, yang ikut mengalami penderitaan sebagaimana Khomeini, ikut dipenjara dan diusir, apakah mungkin jika murid-murid itu dibilang pembohong dan tidak benar-benar yakin dengan ajaran Khomeini, mereka sudah memperkirakan revolusi akan menang dan mereka menjadi murid Khomeini agar kelak mendapatkan harta dan jabatan setelah Khomeini menang. Jika ada yang menyatakan demikian pasti dia dicela dan dihujat, meskipun realita di jaman ini bisa membuat hal itu mungkin terjadi, namun kami tidak menuduh.

Sedangkan pada kondisi masyarakat Quraisy tidak pernah ditemukan hal itu terjadi sehingga kita bisa memperkirakan terjadi pada mereka. Jika kemungkinan ini sangat jauh dari pengikut Khomeini, meskipun ada kemungkinan terjadi walaupun beberapa persen saja, maka kemungkinan untuk terjadi pada sahabat Nabi lebih jauh lagi.

Ketiga: kaum Anshar yang datang dari Madinah untuk menunaikan ibadah haji lalu menemui Nabi dan masuk Islam dan kembali ke kaummereka, dan mengajak mereka masuk Islam, lalu banyak dari kaum Anshar yang menerima Islam. Pada tahun berikutnya beberapa kelompok lain datang ke Mekkah untuk menunaikan haji serta menemui Nabi, mereka masuk Islam dan bebaiat untuk membela Nabi, sedangkan mereka tahu bagaimana kaum Quraisy dan seluruh bangsa Arab saat itu memusuhi Nabi, dengan berbaiat mereka siap menempuh peperangan yang hasilnya tidak jelas.

Apakah mereka masuk Islam dan bebaiat untuk berperang membela Nabi karena beriman dan mencintai Allah dan RasulNya ataukah mereka masuk Islam dan berbaiat karena mereka tahu apa yang terjadi di masa depan, yaitu Nabi akan menang dan memiliki negara, dan mereka akan menggantikan Nabi memerintah negara setelah Nabi wafat?

Orang yang berakal sehat hanya bisa mengakui bahwa kaum Anshar masuk Islam dan berbaiat untuk berperang membela Nabi hanyalah keimanan mereka pada Allah dan kecintaan mereka padaNya dan pada Nabi SAW.

Keempat: kaum Anshar yang menyambut kedatangan kaum muhajirin yang berhijrah dari Mekkah, membuka pintu rumah mereka lebar-lebar, membagi harta dan segala milik mereka dengan kaum muhajirin, bahkan ada yang memiliki istri lebih dari satu dan menawarkan istrinya kepada kaum muhajirin, apakah semua itu mereka lakukan karena beriman pada Allah dan RasulNya atau karena ingin mencari kenikmatan dunia yang belum jelas keberadaannya?

Apakah pernah terjadi dalam sejarah, orang-orang seperti kaum Anshar yang membagikan harta pada saudaranya karena mengharapkan balasan dunia yang belum jelas?

Meragukan kenyataan seperti ini dapa membuat kita meragukan seluruh yang nyata dan membuat kita tidak lagi percaya kepada apa yang ada, juga membuat akal jadi rusak dan gila.

Selanjutnya: kita semua tahu Abubakar, Umar dan Utsman serta Ali mereka semua selalu bersama Nabi sejak hari-hari pertama kenabian, mereka yang bersama Nabi pada awal-awal dakwah dan tidak pernah berpisah dengan Nabi baik ketika di kota Mekkah maupun saat bepergian jauh, selalu bersama Nabi dalam segala kondisi, baik kondisi aman maupun dalam kondisi perang dan damai, kecuali pada beberapa saat atas perintah Nabi kepada beberapa sahabat untuk tidak bersama Nabi.

Kenyataan ini disepakati bersama oleh Ahlussunnah dan syi’ah

Keenam: para sahabat Nabi beriman dari lubuk hati mereka yang paling dalam. Atau mereka hanya menampakkan keimanan dan selalu mengintai dan melancarkan makar pada Nabi.

Ini adalah satu hal yang mustahil bagi kami ahslussunnah, tetapi kita ingin memberikan premis yang logis untuk mencapai kebenaran.

Ketujuh: jika memang benar para sahabat hanya menampakkan keimanan, apakah Nabi menyadari hal itu atau Nabi tidak sadar bahwa sahabat hanya pura-pura beriman?

Jika Nabi tahu akan hal itu, ternyata Nabi hanya diam saja dan tahu akan niat buruk para sahabat yang ada di sekitarnya, lalu membiarkan para sahabat tetap bersama Nabi pada peristiwa-peristiwa dalam hidupnya, sampai-sampai ornag yang melihat Nabi pasti melihat sahabat berada di sekitarnya, juga setiap yang meriwayatkan dari Nabi pasti meriwayatkan bagaimana sahabat dekat dengan Nabi, ini adalah bukti nyata tentang kecintaan serta keridhoan Nabi pada sahabat.

Bahkan melebihi itu semua, Nabi memuji para sahabat.

Bahkan menikahi anak perempuan para sahabat dan ada sahabat yang menikah dengan anak perempuan Nabi.

Kedelapan, Nabi juga bermusyawarah dengan para sahabat dan sering menerima pendapat para sahabat pada banyak masalah.

Selanjutnya Nabi meminta Abubakar untuk menjadi imam shalat selama Nabi sakit dan tidak dapat pergi ke masjid untuk shalat berjamaah

Jika Nabi memilih Abubakar padahal tidak layak menjadi imam, berarti Nabi telah berkhianat pada umat, jika Abubakar menjadi imam karena paksaan dan kehendak para sahabat yang tidak dapat ditolak oleh Nabi, hal ini bisa membuat orang tidak lagi percaya pada kenabian dan penyampaian Nabi.

Karena hal itu berarti Nabi memuji para sahabat karena terpaksa dan takut pada sahabat. Jika Nabi meminta Abubakar untuk menjadi imam karena takut atau terpaksa, bisa jadi banyak hal yang disembunyikan oleh Nabi karena takut pada sahabat, Astaghfirullah.

Juga bisa jadi Nabi mensyareatkan banyak hal karena takut pada sahabat. Hal ini membuat kita tidak lagi percaya pada agama Allah, maka apa-apa yang disampaikan oleh mereka tidak bisa kita percaya, Al Qur’an disampaikan pada kita oleh para sahabat, begitu juga kita dapat mengetahui keimanan para sahabat – juga tentunya Ali- adalah dari penyampaian mereka juga, maka semua tidak bisa kita percaya lagi. Seluruh sahabat Nabi, dari mulai Abubakar dan Ali tidak bisa kita percaya keimanannya, kita tidak lagi bisa tahu sahabat mana yang beriman dan sahabat mana yang tidak beriman karena kita hanya tahu hal itu dari kesaksian para sahabat sendiri.

Sabar ya… bersambung